Minggu, 03 April 2011

Awas, Jangan Mengguncang Bayi! [Bagi yang Punya BAYI atau BALITA]

Ini ada artikel yang sangat menarik, khususnya bagi para orangtua atau saudara yang punya bayi atau balita.
Tahukah Anda, beberapa tahun silam, ahli kedokteran mengidentifikasi satu jenis penyakit yang serius pada bayi, namanya “Sindrom Kematian Mendadak” –> Salah satu pemicunya ini adalah guncangan pada tubuh bayi.
Pernah melihat orangtua yang melempar-lemparkan bayinya ke udara lalu menangkapnya untuk mendengar sang bayi tertawa? Atau mengguncang-guncang bahunya keras sambil berekspresi lucu?
Jika Anda melakukan demikian, maka berhentilah segera. Dan jika melihat orang lain berbuat begitu pada bayi mereka, cegahlah, karena sangat berbahaya.
Selain itu, rata-rata sekitar 100 bayi di Jerman setiap tahun mengalami kerusakan parah di otak karena mereka diguncang-guncang pengasuhnya, yang hampir di semua kasus, “terlalu terbebani”.
Laporan mengenai angka tersebut berdasarkan sensus dari unit penyakit langka anak-anak di Jerman. Asosiasi
dokter anak di Jerman memperkirakan angka bayi yang mengalami trauma akibat diguncang-guncang, sebenarnya lebih tinggi lagi.
“Guncangan keras selama lima detik saja sudah cukup untuk merusak fungsi-fungsi otak,” kata profesor Hans-Juergen Nentwich, anggota dewan direktur asosiasi tersebut.
Mengapa guncangan pada bayi bisa bermuara pada kematian?
Menurut ahli kedokteran tadi, ini dikarenakan bayi yang masih sangat muda belum bisa menahan kepalanya sendiri lantaran otot lehernya yang lemah. Akibatnya, jika bayi terguncang badannya, kepalanya akan bergoyang ke depan dan belakang.
Goyangan ini yang mengakibatkan kerusakan otak serta pendarahan di dalam otak dan pada permukaan otak, sehingga dapat menimbulkan masalah serius pada otak sang bayi, dan dapat mengakibatkan masalah yang berlangsung permanen, seperti :
1. Kerusakan otak
2. Cerebral palsy
3. Kebutaan
4. Epilepsi
5. Kesulitan berbicara
6. Kesulitan belajar
7. Kesulitan koordinasi
8. Serangan jantung
9. Keterbelakangan mental
Berikut adalah TIPS untuk Mencegah
* JANGAN PERNAH MENGGUNCANG BAYI di bawah umur 3 tahun, dengan alasan apapun juga.
* Saat Anda menggendong bayi anda, JANGAN LUPA UNTUK SELALU MENYANGGA KEPALA bayi Anda dengan tangan.
* Beritahukan pentingnya melindungi kepala bayi Anda KEPADA BABY SITTER atau pengasuh bayi anda.
* PASTIKAN semua orang yang dekat dan sering menggendong bayi anda tahu benar bahayanya seorang bayi jika diguncang-guncang atau digoyang.
* Jika dengan sengaja/tidak sengaja, anda mengguncang-guncang bayi anda, SEGERA BAWA BAYI ANDA KE DOKTER untuk diperiksakan. Pendarahan di dalam otak hanya dapat diobati jika anda segera memberitahukan kepada dokter bahwa anda baru saja mengguncang bayi anda. Cara ini akan menyelamatkan.
Pada beberapa orang anak bahkan dapat menimbulkan kematian. Ini dikenal dengan shaken-baby-syndrome. Kenapa berbahaya?
1. Bayi memiliki kepala lebih besar dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, dan otot lehernya masih lemah. Jika diguncang, kepalanya akan tersentak ke depan dan ke belakang.
2. Sentakan-sentakan itu akan mengguncang otak dan merusaknya.
3. Pembuluh darah kecilnya akan ikut rusak, menimbulkan pendarahan di otak dan sekitarnya, dan juga di mata bayi.
Resiko terbesar adalah pada bayi dibawah satu tahun, tapi tidak menutup kemungkinan dapat terjadi di usia yang lebih besar. Yang harus diwaspadai adalah guncangan-guncangan ini dapat terjadi justru ketika kita asyik bermain dengan sang bayi.
Karenanya ada beberapa permainan dan aktivitas yang harus dihindari untuk mencegahnya, antara lain:
1. Melempar bayi ke udara.
2. Lari-lari sambil membawa bayi di punggung atau di kepala.
3. Kuda-kudaan (bayi naik ke punggung, naik ke kaki dan digoyang-goyang).
4. Memutar bayi.
Jangan lupa mengingatkan orang-orang di sekitar sang bayi , seperti saudara-saudaranya, pengasuhnya, kakek-neneknya, untuk tidak mengguncang bayi.

sumber http://www.nyebur.com/awas-jangan-mengguncang-bayi-bagi-yang-punya-bayi-atau-balita/
reposted by dita

Teks explanation

1. Explanation ( Penjelasan )
a. Tujuan Komunikatif Teks (Communicative Purpose)
Menerangkan proses-proses yang terjadi dalam pembentukan atau kegiatan yang terkait dengan fenomena dunia ilmiah, sosial-budaya, atau yang bertujuan menjelaskan.
b. Struktur Teks (Text Structure)
1 Penjelasan umum
2 Penjelasan proses
3 Penutup
c. Ciri kebahasaan menggunakan:
1 General dan abstrac nouns , misalnya word chopping, earthquakes;
2 Actions verbs;
3 Simple present tense;
4 Passive voice;


5 Conjunctions of time dan cause;
6 Nouns phrase, misalnya the large cloud;
7 Abstract nouns, misalnya the temperature;.
8 Adverbial phrases;
9 Complex sentences;
10 Bahasa teknis ;
11 Kalimat pasif (passive voice)

Contoh dan Struktur Teks Explaination
Making Paper from Woodchips
Woodchipping is a process used to obtain pulp and paper products form forest tree.
The woodchipping process begins when the trees are cut down in a selected area of the forest called a coupe.
Next the tops and and branches of the trees are cut out and then the logs are taken to the mill.
At the mill, the bark of the logs is removed and the logs are taken to a chipper wich cuts them into pieces called woodchips.
The woodchips are then screened to remove dirt and other impurities.at this stage they are either exported in this form or damaged into pulp by chemical and heat
The pulp then bleached and the water content is removed
Finally, the pulp is rolled out to make paper

sumber http://elc-englishlanguagecorner.blogspot.com
reposted by dita

Sejarah Muhammadiyah


Bulan Dzulhijjah (8 Dzulhijjah 1330 H) atau November (18 November 1912 M) merupakan momentum penting lahirnya Muhammadiyah. Itulah kelahiran sebuah gerakan Islam modernis terbesar di Indonesia, yang melakukan perintisan atau kepeloporan pemurnian sekaligus pembaruan Islam di negeri berpenduduk terbesar muslim di dunia. Sebuah gerakan yang didirikan oleh seorang kyai alim, cerdas, dan berjiwa pembaru, yakni Kyai Haji Ahmad Dahlan atau Muhammad Darwis dari kota santri Kauman Yogyakarta.
muhammadiyahKata ”Muhammadiyah” secara bahasa berarti ”pengikut Nabi Muhammad”. Penggunaan kata ”Muhammadiyah” dimaksudkan untuk menisbahkan (menghubungkan) dengan ajaran dan jejak perjuangan Nabi Muhammad. Penisbahan nama tersebut menurut H. Djarnawi Hadikusuma mengandung pengertian sebagai berikut: ”Dengan nama itu dia bermaksud untuk menjelaskan bahwa pendukung organisasi itu ialah umat Muhammad, dan asasnya adalah ajaran Nabi Muhammad saw, yaitu Islam. Dan tujuannya ialah memahami dan melaksanakan agama Islam sebagai yang memang ajaran yang serta dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw, agar supaya dapat menjalani kehidupan dunia sepanjang kemauan agama Islam. Dengan demikian ajaran Islam yang suci dan benar itu dapat memberi nafas bagi kemajuan umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya.”
Kelahiran dan keberadaan Muhammadiyah pada awal berdirinya tidak lepas dan merupakan menifestasi dari gagasan pemikiran dan amal perjuangan Kyai Haji Ahmad Dahlan (Muhammad Darwis) yang menjadi pendirinya. Setelah menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan bermukim yang kedua kalinya pada tahun 1903, Kyai Dahlan mulai menyemaikan benih pembaruan di Tanah Air. Gagasan pembaruan itu diperoleh Kyai Dahlan setelah berguru kepada ulama-ulama Indonesia yang bermukim di Mekkah seperti Syeikh Ahmad Khatib dari Minangkabau, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang; juga setelah membaca pemikiran-pemikiran para pembaru Islam seperti Ibn Taimiyah, Muhammad bin Abdil Wahhab, Jamaluddin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Dengan modal kecerdasan dirinya serta interaksi selama bermukim di Ssudi Arabia dan bacaan atas karya-karya para pembaru pemikiran Islam itu telah menanamkan benih ide-ide pembaruan dalam diri Kyai Dahlan. Jadi sekembalinya dari Arab Saudi, Kyai Dahlan justru membawa ide dan gerakan pembaruan, bukan malah menjadi konservatif.
Embrio kelahiran Muhammadiyah sebagai sebuah organisasi untuk mengaktualisasikan gagasan-gagasannya merupakan hasil interaksi Kyai Dahlan dengan kawan-kawan dari Boedi Oetomo yang tertarik dengan masalah agama yang diajarkan Kyai Dahlan, yakni R. Budihardjo dan R. Sosrosugondo. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa Kyai Dahlan di Kweekscholl Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Dalam catatan Adaby Darban, ahli sejarah dari UGM kelahiran Kauman, nama ”Muhammadiyah” pada mulanya diusulkan oleh kerabat dan sekaligus sahabat Kyai Ahmad Dahlan yang bernama Muhammad Sangidu, seorang Ketib Anom Kraton Yogyakarta dan tokoh pembaruan yang kemudian menjadi penghulu Kraton Yogyakarta, yang kemudian diputuskan Kyai Dahlan setelah melalui shalat istikharah (Darban, 2000: 34). Artinya, pilihan untuk mendirikan Muhammadiyah memiliki dimensi spiritualitas yang tinggi sebagaimana tradisi kyai atau dunia pesantren.
Gagasan untuk mendirikan organisasi Muhammadiyah tersebut selain untuk mengaktualisasikan pikiran-pikiran pembaruan Kyai Dahlan, menurut Adaby Darban (2000: 13) secara praktis-organisatoris untuk mewadahi dan memayungi sekolah Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah, yang didirikannya pada 1 Desember 1911. Sekolah tersebut merupakan rintisan lanjutan dari ”sekolah” (kegiatan Kyai Dahlan dalam menjelaskan ajaran Islam) yang dikembangkan Kyai Dahlan secara informal dalam memberikan pelajaran yang mengandung ilmu agama Islam dan pengetahuan umum di beranda rumahnya. Dalam tulisan Djarnawi Hadikusuma yang didirikan pada tahun 1911 di kampung Kauman Yogyakarta tersebut, merupakan ”Sekolah Muhammadiyah”, yakni sebuah sekolah agama, yang tidak diselenggarakan di surau seperti pada umumnya kegiatan umat Islam waktu itu, tetapi bertempat di dalam sebuah gedung milik ayah Kyai Dahlan, dengan menggunakan meja dan papan tulis, yang mengajarkan agama dengan dengan cara baru, juga diajarkan ilmu-ilmu umum.
Maka pada tanggal 18 November 1912 Miladiyah bertepatan dengan 8 Dzulhijah 1330 Hijriyah di Yogyakarta akhirnya didirikanlah sebuah organisasi yang bernama ”MUHAMMADIYAH”. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. Dalam ”Statuten Muhammadiyah” yang pertama itu, tanggal resmi yang diajukan ialah tanggal Miladiyah yaitu 18 November 1912, tidak mencantumkan tanggal Hijriyah. Dalam artikel 1 dinyatakan, ”Perhimpunan itu ditentukan buat 29 tahun lamanya, mulai 18 November 1912. Namanya ”Muhammadiyah” dan tempatnya di Yogyakarta”. Sedangkan maksudnya (Artikel 2), ialah: a. menyebarkan pengajaran Igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallalahu ‘Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputra di dalam residensi Yogyakarta, dan b. memajukan hal Igama kepada anggauta-anggautanya.”
Terdapat hal menarik, bahwa kata ”memajukan” (dan sejak tahun 1914 ditambah dengan kata ”menggembirakan”) dalam pasal maksud dan tujuan Muhammadiyah merupakan kata-kunci yang selalu dicantumkan dalam ”Statuten Muhammadiyah” pada periode Kyai Dahlan hingga tahun 1946 (yakni: Statuten Muhammadiyah Tahun 1912, Tahun 1914, Tahun 1921, Tahun 1931, Tahun 1931, dan Tahun 1941). Sebutlah Statuten tahun 1914: Maksud Persyarikatan ini yaitu:
1. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama di Hindia Nederland,
2. dan Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lidnya.
Dalam pandangan Djarnawi Hadikusuma, kata-kata yang sederhana tersebut mengandung arti yang sangat dalam dan luas. Yaitu, ketika umat Islam sedang dalam kelemahan dan kemunduran akibat tidak mengerti kepada ajaran Islam yang sesungguhnya, maka Muhammadiyah mengungkap dan mengetengahkan ajaran Islam yang murni itu serta menganjurkan kepada umat Islam pada umumnya untuk mempelajarinya, dan kepada para ulama untuk mengajarkannya, dalam suasana yang maju dan menggembirakan.
Pada AD Tahun 1946 itulah pencantuman tanggal Hijriyah (8 Dzulhijjah 1330) mulai diperkenalkan. Perubahan penting juga terdapat pada AD Muhammadiyah tahun 1959, yakni dengan untuk pertama kalinya Muhammadiyah mencantumkan ”Asas Islam” dalam pasal 2 Bab II., dengan kalimat, ”Persyarikatan berasaskan Islam”. Jika didaftar, maka hingga tahun 2005 setelah Muktamar ke-45 di Malang, telah tersusun 15 kali Statuten/Anggaran Dasar Muhammadiyah, yakni berturut-turut tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali pengesahan), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Asas Islam pernah dihilangkan dan formulasi tujuan Muhammadiyah juga mengalami perubahan pada tahun 1985 karena paksaan dari Pemerintah Orde Baru dengan keluarnya UU Keormasan tahun 1985. Asas Islam diganti dengan asas Pancasila, dan tujuan Muhammadiyah berubah menjadi ”Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata’ala”. Asas Islam dan tujuan dikembalikan lagi ke ”masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” dalam AD Muhammadiyah hasil Muktamar ke-44 tahun 2000 di Jakarta.
Kelahiran Muhammadiyah sebagaimana digambarkan itu melekat dengan sikap, pemikiran, dan langkah Kyai Dahlan sebagai pendirinya, yang mampu memadukan paham Islam yang ingin kembali pada Al-Quran dan Sunnah Nabi dengan orientasi tajdid yang membuka pintu ijtihad untuk kemajuan, sehingga memberi karakter yang khas dari kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah di kemudian hari. Kyai Dahlan, sebagaimana para pembaru Islam lainnya, tetapi dengan tipikal yang khas, memiliki cita-cita membebaskan umat Islam dari keterbelakangan dan membangun kehidupan yang berkemajuan melalui tajdid (pembaruan) yang meliputi aspek-aspek tauhid (‘aqidah), ibadah, mu’amalah, dan pemahaman terhadap ajaran Islam dan kehidupan umat Islam, dengan mengembalikan kepada sumbernya yang aseli yakni Al-Quran dan Sunnah Nabi yang Shakhih, dengan membuka ijtihad.
Mengenai langkah pembaruan Kyai Dahlan, yang merintis lahirnya Muhammadiyah di Kampung Kauman, Adaby Darban (2000: 31) menyimpulkan hasil temuan penelitiannya sebagai berikut:”Dalam bidang tauhid, K.H A. Dahlan ingin membersihkan aqidah Islam dari segala macam syirik, dalam bidang ibadah, membersihkan cara-cara ibadah dari bid’ah, dalam bidang mumalah, membersihkan kepercayaan dari khurafat, serta dalam bidang pemahaman terhadap ajaran Islam, ia merombak taklid untuk kemudian memberikan kebebasan dalam ber-ijtihad.”.
Adapun langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” ialah dalam merintis pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Menurut Kuntowijoyo, gagasan pendidikan yang dipelopori Kyai Dahlan, merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek ”iman” dan ”kemajuan”, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya (Kuntowijoyo, 1985: 36). Lembaga pendidikan Islam ”modern” bahkan menjadi ciri utama kelahiran dan perkembangan Muhammadiyah, yang membedakannya dari lembaga pondok pesantren kala itu. Pendidikan Islam “modern” itulah yang di belakang hari diadopsi dan menjadi lembaga pendidikan umat Islam secara umum.
Langkah ini pada masa lalu merupakan gerak pembaruan yang sukses, yang mampu melahirkan generasi terpelajar Muslim, yang jika diukur dengan keberhasilan umat Islam saat ini tentu saja akan lain, karena konteksnya berbeda.
Pembaruan Islam yang cukup orisinal dari Kyai Dahlan dapat dirujuk pada pemahaman dan pengamalan Surat Al-Ma’un. Gagasan dan pelajaran tentang Surat Al-Maun, merupakan contoh lain yang paling monumental dari pembaruan yang berorientasi pada amal sosial-kesejahteraan, yang kemudian melahirkan lembaga Penolong Kesengsaraan Oemoem (PKU). Langkah momumental ini dalam wacana Islam kontemporer disebut dengan ”teologi transformatif”, karena Islam tidak sekadar menjadi seperangkat ajaran ritual-ibadah dan ”hablu min Allah” (hubungan dengan Allah) semata, tetapi justru peduli dan terlibat dalam memecahkan masalah-masalah konkret yang dihadapi manusia. Inilah ”teologi amal” yang tipikal (khas) dari Kyai Dahlan dan awal kehadiran Muhammadiyah, sebagai bentuk dari gagasan dan amal pembaruan lainnya di negeri ini.
Kyai Dahlan juga peduli dalam memblok umat Islam agar tidak menjadi korban misi Zending Kristen, tetapi dengan cara yang cerdas dan elegan. Kyai mengajak diskusi dan debat secara langsung dan terbuka dengan sejumlah pendeta di sekitar Yogyakarta. Dengan pemahaman adanya kemiripan selain perbedaan antara Al-Quran sebagai Kutab Suci umat Islam dengan kitab-kitab suci sebelumnya, Kyai Dahlan menganjurkan atau mendorong ”umat Islam untuk mengkaji semua agama secara rasional untuk menemukan kebenaran yang inheren dalam ajaran-ajarannya”, sehingga Kyai pendiri Muhammadiyah ini misalnya beranggapan bahwadiskusi-diskusi tentang Kristen boleh dilakukan di masjid (Jainuri, 2002: 78) .
Kepeloporan pembaruan Kyai Dahlan yang menjadi tonggak berdirinya Muhammadiyah juga ditunjukkan dengan merintis gerakan perempuan ‘Aisyiyah tahun 1917, yang ide dasarnya dari pandangan Kyai agar perempuan muslim tidak hanya berada di dalam rumah, tetapi harus giat di masyarakat dan secara khusus menanamkan ajaran Islam serta memajukan kehidupan kaum perempuan. Langkah pembaruan ini yang membedakan Kyai Dahlan dari pembaru Islam lain, yang tidak dilakukan oleh Afghani, Abduh, Ahmad Khan, dan lain-lain (mukti Ali, 2000: 349-353). Perintisan ini menunjukkan sikap dan visi Islam yang luas dari Kyai Dahlan mengenai posisi dan peran perempuan, yang lahir dari pemahamannya yang cerdas dan bersemangat tajdid, padahal Kyai dari Kauman ini tidak bersentuhan dengan ide atau gerakan ”feminisme” seperti berkembang sekarang ini. Artinya, betapa majunya pemikiran Kyai Dahlan yang kemudian melahirkan Muhammadiyah sebagai gerakan Islam murni yang berkemajuan.
Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, menurut Djarnawi Hadikusuma (t.t: 69) telah menampilkan Islam sebagai ”sistem kehidupan mansia dalam segala seginya”. Artinya, secara Muhammadiyah bukan hanya memandang ajaran Islam sebagai aqidah dan ibadah semata, tetapi merupakan suatu keseluruhan yang menyangut akhlak dan mu’amalat dunyawiyah. Selain itu, aspek aqidah dan ibadah pun harus teraktualisasi dalam akhlak dan mu’amalah, sehingga Islam benar-benar mewujud dalam kenyataan hidup para pemeluknya. Karena itu, Muhammadiyah memulai gerakannya dengan meluruskan dan memperluas paham Islam untuk diamalkan dalam sistem kehidupan yang nyata.
Kyai Dahlan dalam mengajarkan Islam sungguh sangat mendalam, luas, kritis, dan cerdas. Menurut Kyai Dahlan, orang Islam itu harus mencari kebenaran yang sejati, berpikir mana yang benar dan yang salah, tidak taklid dan fanatik buta dalam kebenaran sendiri, menimbang-nimbang dan menggunakan akal pikirannya tentang hakikat kehiduupan, dan mau berpikir teoritik dan sekaligus beripiki praktik (K.R. H. Hadjid, 2005). Kyai Dahlan tidak ingin umat Islam taklid dalam beragama, juga tertinggal dalam kemajuan hidup. Karena itu memahami Islam haruslah sampai ke akarnya, ke hal-hal yang sejati atau hakiki dengan mengerahkan seluruh kekuatan akal piran dan ijtihad.
Dalam memahami Al-Quran, dengan kasus mengajarkan Surat Al-Ma’un, Kyai Dahlan mendidik untuk mempelajari ayat Al-Qur’an satu persatu ayat, dua atau tiga ayat, kemudian dibaca dan simak dengan tartil serta tadabbur (dipikirkan): ”bagaimanakah artinya? bagaimanakah tafsir keterangannya? bagaimana maksudnya? apakah ini larangan dan apakah kamu sudah meninggalkan larangan ini? apakah ini perintah yang wajib dikerjakan? sudahkah kita menjalankannya?” (Ibid: 65). Menurut penuturan Mukti Ali, bahwa model pemahaman yang demikian dikembangkan pula belakangan oleh KH.Mas Mansur, tokoh Muhammadiyah yang dikenal luas dan mendalam ilmu agamanya, lulusan Al-Azhar Cairo, cerdas pemikirannya sekaligus luas pandangannya dalam berbagai masalah kehidupan.
Kelahiran Muhammadiyah dengan gagasan-gagasan cerdas dan pembaruan dari pendirinya, Kyai Haji Ahmad Dahlan, didorong oleh dan atas pergumulannya dalam menghadapi kenyataan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia kala itu, yang juga menjadi tantangan untuk dihadapi dan dipecahkan. Adapun faktor-faktor yang menjadi pendorong lahirnya Muhammadiyah ialah antara lain:
1. Umat Islam tidak memegang teguh tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi, sehingga menyebabkan merajalelanya syirik, bid’ah, dan khurafat, yang mengakibatkan umat Islam tidak merupakan golongan yang terhormat dalam masyarakat, demikian pula agama Islam tidak memancarkan sinar kemurniannya lagi;
2. Ketiadaan persatuan dan kesatuan di antara umat Islam, akibat dari tidak tegaknya ukhuwah Islamiyah serta ketiadaan suatu organisasi yang kuat;
3. Kegagalan dari sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam dalam memprodusir kader-kader Islam, karena tidak lagi dapat memenuhi tuntutan zaman;
4. Umat Islam kebanyakan hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, berada dalam konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme;
5. dan Karena keinsyafan akan bahaya yang mengancam kehidupan dan pengaruh agama Islam, serta berhubung dengan kegiatan misi dan zending Kristen di Indonesia yang semakin menanamkan pengaruhnya di kalangan rakyat
(Junus Salam, 1968: 33).
Karena itu, jika disimpulkan, bahwa berdirinya Muhammadiyah adalah karena alasan-alasan dan tujuan-tujuan sebagai berikut: (1) Membersihkan Islam di Indonesia dari pengaruh dan kebiasaan yang bukan Islam; (2) Reformulasi doktrin Islam dengan pandangan alam pikiran modern; (3) Reformulasi ajaran dan pendidikan Islam; dan (4) Mempertahankan Islam dari pengaruh dan serangan luar (H.A. Mukti Ali, dalam Sujarwanto & Haedar Nashir, 1990: 332).
Kendati menurut sementara pihak Kyai Dahlan tidak melahirkan gagasan-gagasan pembaruan yang tertulis lengkap dan tajdid Muhammadiyah bersifat ”ad-hoc”, namun penilaian yang terlampau akademik tersebut tidak harus mengabaikan gagasan-gagasan cerdas dan kepeloporan Kyai Dahlan dengan Muhammadiyah yang didirikannya, yang untuk ukuran kala itu dalam konteks amannya sungguh merupakan suatu pembaruan yang momunemntal. Ukuran saat ini tentu tidak dapat dijadikan standar dengan gerak kepeloporan masa lalu dan hal yang mahal dalam gerakan pembaruan justru pada inisiatif kepeloporannya.
Kyai Dahlan dengn Muhammadiyah yang didirikannya terpanggil untuk mengubah keadaan dengan melakukan gerakan pembaruan. Untuk memberikan gambaran lebih lengkap mengenai latarbelakang dan dampak dari kelahiran gerakan Muhammadiyah di Indonesia, berikut pandangan James Peacock (1986: 26), seorang antropolog dari Amerika Serikat yang merintis penelitian mengenai Muhammadiyah tahun 1970-an, bahwa: ”Dalam setengah abad sejak berkembangnya pembaharuan di Asia Tenggara, pergerakan itu tumbuh dengan cara yang berbeda di bermacam macam daerah. Hanya di Indonesia saja gerakan pembaharuan Muslimin itu menjadi kekuatan yang besar dan teratur. Pada permulaan abad ke-20 terdapat sejumlah pergerakan kecil kecil, pembaharuan di Indonesia bergabung menjadi beberapa gerakan kedaerahan dan sebuah pergerakan nasional yang tangguh, Muhammadiyah. Dengan beratus-ratus cabang di seluruh kepulauan dan berjuta-juta anggota yang tersebar di seluruh negeri, Muhammadiyah memang merupakan pergerakan Islam yang terkuat yang pernah ada di Asia Tenggara. Sebagai pergerakan yang memajukan ajaran Islam yang murni, Muhammadiyah juga telah memberikan sumbangan yang besar di bidang kemasyarakatan dan pendidikan. Klinik-klinik perawatan kesehatan, rumah-rumah piatu, panti asuhan, di samping beberapa ribu sekolah menjadikan Muhammadiyah sebagai lembaga non-Kristen dalam bidang kemasyarakatan, pendidikan dan keagamaan swasta yang utama di Indonesia. ‘Aisyiah, organisasi wanitanya, mungkin merupakan pergerakan wanita Islam yang terbesar di dunia. Pendek kata Muhammadiyah merupakan suatu organisasi yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”
Kelahiran Muhammadiyah secara teologis memang melekat dan memiliki inspirasi pada Islam yang bersifat tajdid, namun secara sosiologis sekaligus memiliki konteks dengan keadaan hidup umat Islam dan masyarakat Indonesia yang berada dalam keterbelakangan. Kyai Dahlan melalui Muhammadiyah sungguh telah memelopori kehadiran Islam yang otentik (murni) dan berorientasi pada kemajuan dalam pembaruannya, yang mengarahkan hidup umat Islam untuk beragama secara benar dan melahirkan rahmat bagi kehidupan. Islam tidak hanya ditampilkan secara otentik dengan jalan kembali kepada sumber ajaran yang aseli yakni Al-Qur‘an dan Sunnah Nabi yang sahih, tetapi juga menjadi kekuatan untuk mengubah kehidupan manusia dari serba ketertinggalan menuju pada dunia kemajuan.
Fenomena baru yang juga tampak menonjol dari kehadiran Muhammadiyah ialah, bahwa gerakan Islam yang murni dan berkemajuan itu dihadirkan bukan lewat jalur perorangan, tetapi melalui sebuah sistem organisasi. Menghadirkan gerakan Islam melalui organisasi merupakan terobosan waktu itu, ketika umat Islam masih dibingkai oleh kultur tradisional yang lebih mengandalkan kelompok-kelompok lokal seperti lembaga pesantren dengan peran kyai yang sangat dominan selaku pemimpin informal. Organisasi jelas merupakan fenomena modern abad ke-20, yang secara cerdas dan adaptif telah diambil oleh Kyai Dahlan sebagai “washilah” (alat, instrumen) untuk mewujudkan cita-cita Islam.
Mem-format gerakan Islam melalui organisasi dalam konteks kelahiran Muhammadiyah, juga bukan semata-mata teknis tetapi juga didasarkan pada rujukan keagmaan yang selama ini melekat dalam alam pikiran para ulama mengenai qaidah “mâ lâ yatimm al-wâjib illâ bihi fa huwâ wâjib”, bahwa jika suatu urusan tidak akan sempurna manakala tanpa alat, maka alat itu menjadi wajib adanya. Lebih mendasar lagi, kelahiran Muhammadiyah sebagai gerakan Islam melalui sistem organisasi, juga memperoleh rujukan teologis sebagaimana tercermin dalam pemaknaan/penafsiran Surat Ali Imran ayat ke-104, yang memerintahkan adanya “sekelompok orang untuk mengajak kepada Islam, menyuruh pada yang ma‘ruf, dan mencegah dari yang munkar”. Ayat Al-Qur‘an tersebut di kemudian hari bahkan dikenal sebagai ”ayat” Muhammadiyah.
Muhammadiyah dengan inspirasi Al-Qur‘an Surat Ali Imran 104 tersebut ingin menghadirkan Islam bukan sekadar sebagai ajaran “transendensi” yang mengajak pada kesadaran iman dalam bingkai tauhid semata. Bukan sekadar Islam yang murni, tetapi tidak hirau terhadap kehidup. Apalagi Islam yang murni itu sekadar dipahami secara parsial. Namun, lebih jauh lagi Islam ditampilkan sebagai kekuatan dinamis untuk transformasi sosial dalam dunia nyata kemanusiaan melalui gerakan “humanisasi” (mengajak pada serba kebaikan) dan “emanisipasi” atau “liberasi” (pembebasan dari segala kemunkaran), sehingga Islam diaktualisasikan sebagai agama Langit yang Membumi, yang menandai terbitnya fajar baru Reformisme atau Modernisme Islam di Indonesia.
Sumber : http://www.suara-muhammadiyah.or.id
http://blog.umy.ac.id/lintasberita/2011/03/muhammadiyah/
reposted by dita

Macam-macam Teks

Macam-macam Teks

NARRATIVE, RECOUNT, REPORT, PROCEDURE, dan DESCRIPTION.

1. Teks Descriptive: Teks yang mendeskripsikan benda, orang, tempat, secara spesifik.
Generic Structure nya: Identification - Description
Identification berisi: Identifikasi tentang topik yang akan dideskripsikan, misalnya: I have many pets, but my favourite one is a cat.
Description berisi: deskripsi rinci tentang bagian - bagiannya, misalnya tentang physical appearance (ciri - ciri fisik), sifat - sifatnya (characteristics)dll.
Contoh judul teks deskriptif:

Hi friends! This is my friend Miranda. She comes from Sulawesi. She was born in Makasar on June 12, 1980. her hobbies are singing and swimming. She also likes planting flowers very much. She lives at 12 Jalan Jaya. She lives together with her parents and two sisters. They are Mr. and Mrs Yudhatama, Sherina and Tiara.
Miranda studies at SMP 7. Her older sister is in the first year
of SMA, and Tiara is still in SD. They all love one another.

2. Teks Procedure: Teks yang menjelaskan atau memberi petunjuk cara/langkah – langkah membuat atau melakukan sesuatu.
Generic Structure: Aim/Goal - Materials/Tools - Steps/Methods
Aim/Goal, misalnya: How to make Brownies Cake
Materials berisi: bahan - bahan dan atau alat - alat untuk membuat Brownies tersebut
Note: Materials are not required for all Procedure text
Steps/Methods berisi: langkah - langkah membuat Brownies


Contoh Teks Procedure:
How to make Lemonade
Ingredients:
For each glass use:
- 2 tablespoons of lemon juice.
- 2 tablespoons of sugar.
- 1 glass of water
Methods:
1. Slice a lemon in half and squeeze the juice into a cup.
2. Take out the seeds.
3. Pour two tablespoons of juice into glass.
4. Add sugar
5. Add water and stir well
6. Taste the lemonade. You may want to add more sugar or more lemon to make it taste just right
7. Put it in ice cubes. A drop of red food coloring will make pink lemonade

atau :
HOW TO MAKE PEANUT CRUNCH

What you’ll need :
v 1 cup of peanuts
v 3 cups of brown sugar
v 2 tablespoons of vinegar
v 1 cup of water

What to do :
Place the sugar, water and vinegar into a large saucepan.
Stir slowly over a low heat until the sugar is disolved
Add peanuts , increase the heat and allow to boil
Remove from the heat when the nuts have craked and the mixture appears golden brown
Allow bubbles to settle
Spoon into small paper patty cases or pour the mixture into a flat greased pan and mark into bite-size pieces.

Makes enough Peanut Crunch for six people

3. Teks Narrative: Teks yang berisi tentang sebuah cerita atau dongeng dan di dalamnya terdapat konflik/puncak masalah yang diikuti dengan penyelesaian.
Generic Structure: Orientation - Complication - Resolution
Orientation berisi: Pengenalan tokoh, tempat dan waktu terjadinya cerita
Complication berisi: Puncak masalah/konflik dalam cerita
Resolution: Pemecahan masalah
Contoh teks Narrative:
The Boy who cried “Wolf”
There was once a shepherd-boy who kept his flock at a little distance from the village. Once he thought he would play a trick on the villagers and have some fun at their expense. So he ran toward the village crying out, with all his might,--


"Wolf! Wolf! Come and help! The wolves are at my lambs!"
The kind villagers left their work and ran to the field to help him. But when they got there the boy laughed at them for their pains; there was no wolf there.
Still another day the boy tried the same trick, and the villagers came running to help and got laughed at again. Then one day a wolf did break into the fold and began killing the lambs. In great fright, the boy ran for help. "Wolf! Wolf!" he screamed. "There is a wolf in the flock! Help!"
The villagers heard him, but they thought it was another mean trick; no one paid the least attention, or went near him. And the shepherd-boy lost all his sheep.
Moral value:
That is the kind of thing that happens to people who lie: even when they tell the truth no one believes them.
Atau :
Once there were two him thin goats. Both of them were hungry. They were tied together with a brown rope. They wanted to eat the green leaves from two separated bushes. One bush was on the left. The other bush was on the right.
The goats thought they could do everything on their own. The first goat wanted to go to the bush on the left, but the second goat wanted to go to the bush on the right. However, the rope was short. They tried but they could not reach they bushes. They were sad.
Then, the goats decided to work together. First, they are the leaves of the bush on the right. Then, ate the leaves on the left. The leaves were delicious. They were happy.

4. Teks Recount: Teks yang berisi kejadian/ pengalaman di waktu lampau.
Generic Structure: Orientation - Even(s)
Orientation berisi: Pengenalan tokoh, tempat dan waktu.
Event (s) berisi: Kejadian/Peristiwa - peristiwa yang terjadi.
Re-orientation(Optional/Tidak harus ada): Ungkapan pribadi penulis atau penutup dari cerita.


Contoh Teks Recount:

CLASS PICNIC
Last Friday our school went to Centennial Park for a picnic
First our teachers marked the rolls and the we got on the buses. On the buses, everyone was chatting and eating. When we arrived at the park, some students played cricket, some played cards but others went for a walk with the teachers. At lunchtime, we sat together and had our picnic. Finally, at two o’clock we left for school.
We had a great day.

Atau :
An Excursion to the Botanical Garden

On Thursday 24 April we went to the Botanical Garden. We walked down and boarded the bus.
After we arrived at the garden, we walked down to the Education Centre. The third grade students went to have alook around. First, we went to the first farm and Mrs. James read us some information. Then, we looked at all the lovely plants. After that we went down to a little spot on the Botanical Garden and had a morning tea break.
Next, we did sketching and then we met the fourth grade students at the Education Centre to have lunch. Soon after that, it was time for us to go and make our terrariums while the fourth year students went to have a walk.
A lady took us into a special room and introduced herself. Then she explained what we were going to do. Next, she took us to a pyramid terrarium. It was really interesting.
After we had finished, we met the fourth grade students outside the gardens. Then we reboarded the bus and returned to school.
5. Teks Report: Teks yang isinya menyampaikan informasi tentang sesuatu, apa adanya, sebagai hasil pengamatan sistematis atau analisis. Yang dideskripsikan dapat meliputi gajala alam, lingkungan, benda buatan manusia, atau gejala- gejala sosial. Deskripsi sebuah teks report dapat berupa simpulan umum misalnya tentang rumah sederhana dengan mendekripsikan ciri-ciri subyek tersebut sehingga layak dikategorikan rumah sederhana.
Generic Structure: General Classification - Description
General Classification berisi: Klasifikasi suatu fenomena (binatang, public places, tanaman, dll) yang akan didiskusikan/ dilaporkan secara umum .
Description berisi: Gambaran dari fenomena yang akan didiskusikan seperti bagian – bagiannya, kebiasaan atau tingkah laku jika benda hidup, kegunaannya jika non natural.
Contoh Teks Report:

The heart is the most important part of the body. It is the center of life. However, the heart is only as big as a closed hand.
The heart is a muscle and it beats about seventy times per minute throughthout a person’s life.
The heart pumps blood from your heart to all parts of your body. The heart is made up of four chambers or small “rooms”. The top chamber are called the right and left auriclesand the botttom chambers are the right and left ventricles.
When blood enters the heart. It is in dark reddish color because it countains carbon dioxide. The blood enters the right auricle and then the right ventricle. When the heart contracts, it forces the blood to the lungs where the blood receives oxygen. It then goes to the left auricle. The heart contracts again, and the blood goes to the left ventricle and is then forced out into the body. The blood gathers carbon dioxide and returns to the heart, and the process begins again.
source @http://elc-englishlanguagecorner.blogspot.com/2008/01/macam-macam-teks.html
reposted by dita

Sabtu, 02 April 2011

Kesedihan

Terkadang, gue sering berfikir... Kenapa Allah itu memberikan cobaan yang begitu berat kepada gue dan orang-orang yang gue sayangi? kenapa harus gue? apa karena dosa gue yang sudah terlalu banyak sehingga azab itu datang? Apa karena gue kurang bersyukur atas apa yang sudah diberikan Allah kepada gue?

tapi, setelah gue bisa berpikir secara logis, itu bukanlah jawabannya...
gue masih bisa dibilang beruntung, masih ada orang-orang lain yang mungkin lebih susah dari pada gue. ada orang-orang yang mungkin lebih berat menanggung beban ini ketimbang gue. tapi mereka nggak pernah mengeluh. mereka malah sabar dalam menghadapi ini semua..

semakin gue dewasa, dari-hari kehari, gue sudah bisa berpikir lebih matang. mungkin memang Allah sudah memutuskan untuk memberikan cobaan berat ini karena Dia sayang sama gue dan keluarga gue. Dia ingin melihat sebatas mana gue dan keluarga gue bisa menjalankan ini semua. Dia ingin menyadarkan gue dan keluarga gue sebelum semuanya benar-benar terlambat. Dia ingin memberi tahu jika gue sudah terlalu jauh dariNya. Dia ingin gue kembali dekat denganNya, berlutut berdoa, memohon ampun padaNya. Bertobat. meminta ampun padaNya.

Semuanya ada berkahnya, begitu kata mereka. memang, dan gue percaya itu. Allah memberikan kesedihan agar gue tahu, GUE SUDAH LALAI, meninggalkan ALLAH....

Khitah Perjuangan Muhammadiyah

HAKIKAT MUHAMMADIYAH
Perkembangan masyarakat Indonesia, baik yang disebabkan oleh daya dinamik dari dalam ataupun karena persentuhan dengan kebudayaan dari luar, telah menyebabkan perubahan tertentu. Perubahan itu menyangkut seluruh segi kehidupan masyarakat, diantaranya bidang sosial, ekonomi, politik dan kebudayaan, yang menyangkut perubahan strukturil dan perubahan pada sikap serta tingkah laku dalam hubungan antar manusia.
Muhammadiyah sebagai gerakan, dalam mengikuti perkembangan dan perubahan itu, senantiasa mempunyai kepentingan untuk melaksanakan amar ma'ruf nahi-mungkar, serta menyelenggarakan gerakan dan amal usaha yang sesuai dengan lapangan yang dipilihnya ialah masyarakat, sebagai usaha Muhammadiyah untuk mencapai tujuannya: "menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
Dalam melaksanakan usaha tersebut, Muhammadiyah berjalan diatas prinsip gerakannya, seperti yang dimaksud di dalam Matan Keyakinan Cita-cita Hidup Muhammadiyah.
Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah itu senantiasa menjadi landasan gerakan Muhammadiyah, juga bagi gerakan dan amal usaha dan hubungannya dengan kehidupan masyarakat dan ketatanegaraan, serta dalam bekerjasama dengan golongan Islam lainnya.
MUHAMMADIYAH DAN MASYARAKAT
Sesuai dengan khittahnya, Muhammadiyah sebagai Persyarikatan memilih dan menempatkan diri sebagai Gerakan Islam amar-ma'ruf nahi mungkar dalam masyarakat, dengan maksud yang terutama ialah membentuk keluarga dan masyarakat sejahtera sesuai dengan Dakwah Jamaah.
Di samping itu Muhammadiyah menyelenggarakan amal-usaha seperti tersebut pada Anggaran Dasar Pasal 4, dan senantiasa berikhtiar untuk meningkatkan mutunya
Penyelenggaraan amal-usaha, tersebut merupakan sebagian ikhtiar Muhammadiyah untuk mencapai Keyakinan dan Cita-Cita Hidup yang bersumberkan ajaran Islam dan bagi usaha untuk terwujudnya masyarakat utama, adil dan makmur yang diridlai Allah SWT.
MUHAMMADIYAH DAN POLITIK
Dalam bidang politik Muhammadiyah berusaha sesuai dengan khittahnya: dengan dakwah amar ma ma'ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya
Usaha Muhammadiyah dalam bidang politik tersebut merupakan bagian gerakannya dalam masyarakat, dan dilaksanakan berdasarkan landasan dan peraturan yang berlaku dalam Muhammadiyah.
Dalam hubungan ini Muktamar Muhammadiyah ke-38 telah menegaskan bahwa:
Muhammadiyah adalah Gerakan Dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan dan tidak merupakan afiliasi dari sesuatu Partai Politik atau Organisasi apapun
Setiap anggota Muhammadiyah sesuai dengan hak asasinya dapat tidak memasuki atau memasuki organisasi lain, sepanjang tidak menyimpang dari Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga dan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Persyarikatan Muhammadiyah.
MUHAMMADIYAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH
Sesuai dengan kepribadiannya, Muhammadiyah akan bekerjasama dengan golongan Islam manapun juga dalam usaha menyiarkan dan mengamalkan Agama Islam serta membela kepentingannya.
Dalam melakukan kerjasama tersebut, Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau institusi lainnya.
DASAR PROGRAM MUHAMMADIYAH
Berdasarkan landasan serta pendirian tersebut di atas dan dengan memperhatikan kemampuan dan potensi Muhammadiyah dan bagiannya, perlu ditetapkan langkah kebijaksanaan sebagai berikut:
Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat, terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, ta'at beribaclah, berakhlaq mulia, dan menjadi teladan yang baik di tengah-tengah masyarakat.
Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan-persoalan dan kesulitan hidup masyarakat
Menepatkan kedudukan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai gerakan untuk melaksanakan dakwah amar-ma'ruf nahi-mungkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta di segala bidang kehidupan di Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang- Undang Dasar 1945.
Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-40 di Surabaya .
disadur dari:
http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=17&Itemid=74&lang=id

Khitah Perjuangan Muhammadiyah dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara


Muhammadiyah adalah Gerakan Islam yang melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar dengan maksud dan tujuan menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Muhammadiyah berpandangan bahwa Agama Islam menyangkut seluruh aspek kehidupan meliputi aqidah, ibadah, akhlaq, dan mu'amalat dunyawiyah yang merupakan satu kesatuan yang utuh dan harus dilaksanakan dalam kehidupan perseorangan maupun kolektif. Dengan mengemban misi gerakan tersebut Muhammadiyah dapat mewujudkan atau mengaktualisasikan Agama Islam menjadi rahmatan lil-'alamin dalam kehidupan di muka bumi ini.
Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".
Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).
Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah. Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.
Muhammadiyah sebagai organisasi sosial-keagamaan (organisasi kemasyarakatan) yang mengemban misi da'wah amar ma'ruf nahi munkar senantiasa bersikap aktif dan konstruktif dalam usaha-usaha pembangunan dan reformasi nasional sesuai dengan khittah (garis) perjuangannya serta tidak akan tinggal diam dalam menghadapi kondisi-kondisi kritis yang dialami oleh bangsa dan negara. Karena itu, Muhammadiyah senantiasa terpanggil untuk berkiprah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dengan berdasarkan pada khittah perjuangan sebagai berikut:
Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama. Karena itu diperlukan sikap dan moral yang positif dari seluruh warga Muhammadiyah dalam menjalani kehidupan politik untuk tegaknya kehidupan berbangsa dan bernegara.
Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya "Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur".
Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usaha-usaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Sedangkan hal-hal yang berkaitan dengan kebijakan-kebijakan kenegaraan sebagai proses dan hasil dari fungsi politik pemerintahan akan ditempuh melalui pendekatan-pendekatan secara tepat dan bijaksana sesuai prinsip-prinsip perjuangan kelompok kepentingan yang efektif dalam kehidupan negara yang demokratis.
Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. Dalam hal ini perjuangan politik yang dilakukan oleh kekuatan-kekuatan politik hendaknya benar-benar mengedepankan kepentingan rakyat dan tegaknya nilai-nilai utama sebagaimana yang menjadi semangat dasar dan tujuan didirikannya negara Republik Indonesia yang diproklamasikan tahun 1945.
Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma'ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban.
Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma'ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban.
Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara.
Muhammadiyah meminta kepada segenap anggotanya yang aktif dalam politik untuk benar-benar melaksanakan tugas dan kegiatan politik secara sungguh-sungguh dengan mengedepankan tanggung jawab (amanah), akhlak mulia (akhlaq al-karimah), keteladanan (uswah hasanah), dan perdamaian (ishlah). Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar. 

Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
disadur dari:
http://www.muhammadiyah.or.id/index.php?option=com_content&task=view&id=16&Itemid=75&lang=id
http://pembelamuhammadiyah.blogspot.com/2007/02/khitah-perjuangan-muhammadiyah-dalam.html
reposted by dita

Kumpulan Kata-Kata Mutiara Cinta Kahlil Gibran

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… Seperti kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu… Aku ingin mencintaimu dengan sederhana… Seperti isyarat yang tak sempat dikirimkan awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Khalil Gibran, salah satu pujangga terdepan dalam masalah mengolah kata menjadi mutiara. Semoga postingan ini membawa manfaat.
Cinta tidak menyadari kedalamannya dan terasa pada saat perpisahan pun tiba. Dan saat tangan laki-laki menyentuh tangan seorang perempuan mereka berdua telah menyentuh hati keabadian.
Jika cinta tidak dapat mengembalikan engkau kepadaku dalam kehidupan ini, pastilah cinta akan menyatukan kita dalam kehidupan yang akan datang.
Salahlah bagi orang yang mengira bahwa cinta itu datang kerana pergaulan yang lama dan rayuan yang terus menerus. Cinta adalah tunas pesona jiwa, dan jika tunas ini tak tercipta dalam sesaat, ia takkan tercipta bertahun-tahun atau bahkan abad.
Cinta berlalu di depan kita, terbalut dalam kerendahan hati; tetapi kita lari daripadanya dalam ketakutan, atau bersembunyi di dalam kegelapan; atau yang lain mengejarnya, untuk berbuat jahat atas namanya.
Setiap lelaki mencintai dua orang perempuan, yang pertama adalah imaginasinya dan yang kedua adalah yang belum dilahirkan.
Manusia tidak dapat menuai cinta sampai dia merasakan perpisahan yang menyedihkan, dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan.
Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia, karena cinta itu membangkitkan semangat,hukum-hukum kemanusiaan dan gejala alami pun tak mampu mengubah perjalanannya.
Aku mencintaimu wahai kekasihku, sebelum kita berdekatan, sejak pertama kulihat engkau. Aku tahu ini adalah takdir. Kita akan selalu bersama dan tidak akan ada yang memisahkan kita. Jangan menangis, Kekasihku… Janganlah menangis dan berbahagialah, karena kita diikat bersama dalam cinta.
Hanya dengan cinta yang indah… kita dapat bertahan terhadap derita kemiskinan, pahitnya kesedihan, dan duka perpisahan. Apa yang telah kucintai laksana seorang anak yang tak henti-hentinya aku cintai…
Dan, apa yang kucintai kini… akan kucintai sampai akhir hidupku, kerana cinta adalah semua yang dapat kucapai… dan tak ada yang akan mencabut diriku dari padanya.
Cinta yang dibasuh oleh airmata akan tetap murni dan indah senantiasa.
Jika manusia kehilangan sahabatnya, dia akan melihat sekitarnya dan akan melihat sahabat-sahabatnya datang dan menghiburnya. Akan tetapi apabila hati manusia kehilangan kedamaiannya, dimanakah dia akan menemukannya, bagaimanakah dia akan bisa memperolehinya kembali?
Kamu mungkin akan melupakan orang yang tertawa denganmu, tetapi tidak mungkin melupakan orang yang pernah menangis denganmu.
Kekuatan untuk mencintai adalah anugerah terbesar yang diberikan Tuhan kepada manusia, sebab kekuatan itu tidak akan pernah direnggut dari manusia penuh berkat yang mencinta.
Puisi bukanlah pendapat yang dinyatakan. Ia adalah lagu yang muncul daripada luka yang berdarah atau mulut yang tersenyum.
Bekerja dengan rasa cinta, bererti menyatukan diri dengan diri kalian sendiri, dengan diri orang lain dan kepada Tuhan. Tapi bagaimanakah bekerja dengan rasa cinta itu? Bekerja dengan cinta bagaikan menenun kain dengan benang yang ditarik dari jantungmu, seolah-olah kekasihmu yang akan memakainya kelak.
Kata-kata tidak mengenal waktu. Kamu harus mengucapkannya atau menuliskannya dengan menyadari akan keabadiannya.
Alangkah buruknya nilai kasih sayang yang meletakkan batu di satu sisi bangunan dan menghancurkan dinding di sisi lainnya.

posted by Abied @http://www.masbied.com/2009/12/12/kumpulan-kata-kata-mutiara-cinta-khalil-gibran/
reposted by dita

KEPEMIMPINAN DALAM MUHAMMADIYAH


by Haedar Nashir
(BAGIAN 1: BASIS NILAI DAN LEGITIMASI)
Menggambarkan atau menjelaskan kepemimpinan
Muhammadiyah secara utuh tidaklah mudah, lebih-lebih
yang bersifat empirik. Fenomena empirik dalam
Muhammadiyah –sebagaimana fenomena sosial dan keagamaan
yang lainnya— seringkali beragam atau tidak tidak tunggal, sehingga
tidak dengan mudah untuk digeneralisasi. Ketidak-tunggalan
fenomena empirik itu bahkan semakin menjadi tampak rumit atau
kompleks ketika ditarik pada konsep-konsep normatif, yang tidak
jarang pula bersifat pusparagam dan multitafsir. Dunia empirik dan
normatif tidak lepas dari konstruksi yang membuatnya sehingga
pada akhirnya bersifat relatif dan subjektif.
Ambillah contoh mengenai bagaimana format dari fenomena
dan norma kepemimpinan kolegial dalam Muhammadiyah, yang
selama ini dianggap sebagai ciri khas kepemimpinan Persyarikatan.
Seperti apakah sebenarnya kepemimpinan kolegial yang dipandang
ideal itu? Apakah kepemimpinan kolektif itu masih memberi ruang
pada kebebasan dan otoritas individu atau bersifat mutlak seperti
dalam gaya kepemimpinan kolektif-totaliter.
Demikian halnya dengan konsep atau sosok nyata dari figur
pemimpin yang dianggap ideal dalam Muhammadiyah. Apa ciri
pemimpin Muhammadiyah yang ideal dan apakah sungguh ada
pemimpin ideal dalam Muhammadiyah itu? Sebab sering terjadi
bahwa setiap pemimpin itu memiliki idealisasi di mata umatnya
pada masing-masing periode, yang belum tentu ideal untuk periode
lain yang berbeda. Idealisasi itu sendiri hanyalah konstruksi dari
umat atau warga pengikutnya, yang belum tentu diterima oleh
kelompok umat yang berbeda. Sosok pemimpin ideal tidak jarang
bersifat imaji publik, yang pada intinya juga bersifat konstruksi.
Karena itu, mendeskripsikan tentang konsep dan struktur
kepemimpinan dalam Muhammadiyah haruslah disertai dengan
pemahaman bahwa pelukisan tersebut sekadar upaya
menampilkan gambaran yang tidak utuh dan bersifat relatif, bukan
merupakan generalisasi yang ideal. Idealisasi juga jangan
dianggap doktrin. Kita sekadar sedang berusaha memahami
bagian-bagian dari apa yang disebut dengan struktur
kepemimpinan Muhammadiyah melalui konstruksi atau penafsiran
yang sepenuhnya bersifat parsial atau tidak utuh.
Jika konstruksi mengenai kepemimpinan Muhammadiyah
itu dikaitkan dengan patokan-patokan yang disebut Islami atau
Islam, perlu dipahami juga bahwa wilayah tafsirnya sangat plural
dan luas rentangannya. Boleh jadi satu pihak akan menarik
konsep kepemimpinan yang dipandang ideal itu pada sisi akhlaq,
sementara yang lain pada aspek intelektual atau mu’amalah, dan
lain sebagainya, dengan tafsir masing-masing sesuai dengan
referensi dan fokus perhatian yang menstrukturnya. Konstruksi
normatif itu sendiri seringkali tergantung pada para penafsirnya.
Bahkan boleh jadi apa yang disebut normatif itu sendiri tidaklah
otentik, selain karena dipengaruhi oleh faham penafsirnya, juga
tidak jarang bukanlah wilayah normatif.
Sikap dan pemahaman yang bersifat relatif semacam itu
penting untuk dikedepankan agar tidak terjebak pada memutlakan
suatu pandangan dan menjadikan idealisasi sebagai dogma.
Sebab ketika sebuah pandangan itu dimutlakan dan kemudian
menjadi hegemoni, biasanya akan dengan mudah dijadikan
parameter tunggal yang tidak jarang dipakai untuk menjadi alat
menghakimi atau memvonis tanpa perspektif yang luas. Padahal
sejatinya, aspek kepemimpinan –termasuk dalam tataran
empirik— sungguh merupakan area yang penuh dinamika dan
tidak sepenuhnya dapat dicandra sekadar dengan norma-norma
ideal, lebih-lebih dengan patokan norma yang masih dapat
diperdebatkan dan bersifat multiinterpretasi.
Masalah kepemimpinan sebagian besar melibatkan faktorfaktor
multiaspek seperti latar belakang sosial dan individual,
struktur dalam sistem kepemimpinan tersebut, interaksi antara
pemimpin dan yang dipimpin, kondisi dan konteks yang
berkembang saat itu, kepentingan-kepentingan, selain factor nilai
dan norma yang dianut dalam kepemimpinan tersebut.
Nilai dan Norma
Di lingkungan Muhammadiyah, baik yang berkenaan dengan
struktur organisasi maupun kepemimpinan dikaitkan dengan
landasan atau orientasi nilai dan norma, yang rujukannya pada
ajaran Islam. Pada tataran empirik tidaklah mudah untuk mencari
rujukan mengenai struktur organisasi dan kepemimpinan
Muhammadiyah yang didasarkan pada nilai atau norma yang
ideal berdasarkan ajaran Islam secara langsung. Apakah format
struktur dan kepemimpinan yang dipilih Muhammadiyah selama
ini merupakan pengejawantahan langsung dari nilai-nilai dan
norma-norma Islam secara integralistik atau bersifat substantif
semata atau sebagai hal yang praktis belaka sehingga lebih
merupakan wilayah yang bercorak “sekular” atau duniawi dengan
mengadopsi sistem birokrasi modern.
Sedangkan mengenai nilai dan norma kepemimpinan yang
telah menjadi alam pikiran kolektif dalam Muhammadiyah ialah
konsep amanat dan uswah hasanah. Amanat dikaitkan dengan
kedudukan dan fungsi jabatan dalam kepemimpinan
Muhammadiyah, sedangkan uswah hasanah berkaitan dengan
identifikasi diri para pemimpin Muhammadiyah yang muaranya
DR. H HAEDAR NASHIR, M.SI.
SUARA MUHAMMADIYAH 01 / 96 | 1 – 15 JANUARI 2011 13
pada figur Nabi Muhammad sebagai suri tauladan. Bagaimana
dengan konsep amanat para pemimpin Muhammadiyah dalam
menduduki dan menjalankan fungsi kepemimpinan yang seringkali
dihadapkan pada tuntutan-tuntutan praktis? Dalam tradisi
Muhammadiyah ada penerimaan atas idiom, “jangan mengejar
jabatan”, tetapi “apabila diserahi jabatan jangan menolak”.
Pada tingkat ideal konsep amanat dan uswah hasanah tersebut
tentu mudah untuk disepakati dan menjadi mode for action yang
niscaya. Tetapi, pengejewantahannya tidak jarang mengalami
ketegangan kreatif karena di satu pihak seringkali patokan normatif
itu membangun konstruksi yang sangat bercorak puritan sehingga
lahir idealisasi kepemimpinan “sorgawi”, tetapi pada saat yang
sama berhadapan dengan fenomena-fenomena nyata yang
seringkali bercorak “duniawi” yang membuka ruang adanya
ketidak-idealan atau bahkan kesalahan yang melekat dalam diri
para pemimpinnya. Hal-hal yang secara ideal secara normatif
seringkali berbeda jauh dalam kenyaan empirik karena adanya
dinamika duniawi yang bersifat khas seperti terikatnya para
pemimpin sebagai manusia biasa dalam tuntutan-tuntutan duniawi.
Debat yang sempat mencuat pada masa kepemimpinan K.H.
A.R. Fakhruddin seputar gagasan Drs. H. Lukman Harun tentang
pemimpin Muhammadiyah agar digaji sebagai bentuk profesionalisasi,
merupakan salah satu dari ketegangan nilai/norma
antara yang ideal dengan yang real sebagaimana disebutkan itu.
Demikian pula mengenai tuntutan-tuntutan agar para pemimpin
Muhammadiyah “aktif total” dan menjadi “figur teladan” di tengah
tuntutan-tuntutan dan keterbatasan-keterbatasan manusiawi.
Masalah tersebut merupakan ketegangan yang tak pernah surut
dalam perjalanan kepemimpinan Persyarikatan. Pendek kata,
bahwa nilai dan norma ternyata selalu memerlukan pelembagaan
dan tidak jarang menghadapi masalah-masalah aktualisasi yang
dilematis dan khas duniawi.
Hal terpenting yang harus menjadi acuan dasar para pimpinan
Muhammadiyah ialah, pertama nilai-nilai Islam termasuk di dalamnya
akhlaq Islami wajib menjadi fondasi dalam kepemimpinan
Muhammadiyah siapapun dan format apapun pemimpinnya.
Kedua, spirit dan komitmen para pemimpin Muhammadiyah
haruslah kuat dan optimal dalam menjalankan kepemimpinan yang
dilandasai keikhlasan, pengkhidmatan, dan amal shaleh untuk
memajukan kemajuan umat dan bangsa melalui Muhammadiyah.
Ketiga konsistensi antara nilai dan tindakan, kata dan perbuatan,
niat dan praktek, ilmu dan amal, serta menunjukkan diri sebagai
uswah hasanah yang otentik dan tidak dibuat-buat atau palsu. Jika
selalu menyuarakan kepemimpinan yang Islami, maka tunjukkan
keislaman itu dalam tindakan, perbuatan, dan kenyataan sehingga
bukan sekadar norma, lisan, dan jargon.
Legitimasi Kepemimpinan
Kepemimpinan di mana pun, selain distruktur oleh nilai dan
norma, juga secara empirik dibangun di atas power structure
(bangunan kekuasaan) sebagai dasar legitimasi sekaligus menjadi
ciri khas dari institusi/kultur kepemimpinan yang bersangkutan, yang
tidak jarang membedakannya dengan struktur/kultur kepemimpinan
pada komunitas lainnya. Kekuasaan di sini tentu dalam makna
duniawai, bukan kekuasaan Tuhan sebagaimana sering disalahtafsirkan
oleh sementara kalangan yang berpandangan radikal.
Bahwa sumber segala kekuasaan pasti dari dan berada di genggaman
Allah SWT, manusia hanya me njalankan fungsi-fungsi
kekuasaan relatif di dunia. Jadi yang dimaksud kekuasaan dalam
kepemimpinan itu dalam makna duniawi dan bersifat relatif, tidak
disamakan dengan kekuasaan Allah yang mutlak.
Dalam Muhammadiyah tidak begitu dipersoalkan mengenai
bangunan struktur kekuasaan yang melandasi kepemimpinannya.
Muhammadiyah jarang memperbincangkan mengenai konsep
imamah dan seat of authority yang membentuk format kepemimpinannya.
Muhammadiyah tampaknya tidak tertarik atau membahas
tentang imamat al-uzma dalam bangunan struktur kepemimpinannya
sebagai puncak otoritas, termasuk membahas
mengenai boleh atau tidaknya perempuan dalam puncak piramida
kepemimpinan itu. Hal yang telah diterima secara konvensi atau
tradisi bahwa Muhammadiyah menganut sistem musyawarah
atau demokrasi dalam kepemimpinannya. Secara tidak langsung
Muhammadiyah mempraktekkan kepemimpinan demokrasi
dengan struktur kekuasaan yang bercorak keumatan (kerakyatan)
dan egalitarian. Sumber kekuasaan atau legitimasi kekuasaan
berasal dari umat melalui muktamar yang harus dipertanggungjawabkan
pula kepada umat di muktamar berikutnya.
Pemaknaan demokrasi jangan ditarik ke konsep kekuasaan
manusia vis a vis (lawan) kekuasaan Tuhan. Demokrasi sebagai
basis kekuasaan yang meligitimasi kepemimpinan tentu harus
dimaknai relatif, bahwa kepemimpinan dari, oleh, dan untuk rakyat
(umat) tentu ada bingkai dan batasannya, sejauh sejalan dengan
nilai-nilai dasar Islam. Dalam makna relatif dan sejalan dengan
ajaran Islam itulah Muhammadiyah membingkai kepemimpinan
demokrasi berbasis musyawarah sebagai basis legitimasi dan
otoritas sekaligus mekanisme dalam mengatur segala ihwal
organisasi. Dengan demikian Muhammadiyah menjadi organisasi
yang terbuka dan kepemimnannya bersifat demokratis.
Karena itu iklim demokrasi menjadi sangat terbuka dalam kepemimpinan
Muhammadiyah, bahkan kadang berlebihan sehingga
nyaris tak ada batas antara pemimpin dan umat atau antarlini
kepemimpinan. Kondisi ini selain positif dalam membangun tatanan
sosial yang terbuka di Muhammadiyah, tetapi kadang mencerabut
rasa takzim dan hubungan-hubungan otoritatif dalam Muhammadiyah
yang dalam batas-batas tertentu diperlukan. Lebih jauh lagi tumbuh
kecenderungan untuk tidak menaati keputusan pimpinan manakala
muncul ketidak-puasan dalam kebijakan organisasi. Tidak jarang
unit-unit kelembagaan termasuk amal usaha dan badan-badan
lainnya cenderung menjadi otonom, bahkan dalam batas tertentu
menjadi “kerajaan-kerajaan” sendiri, yang tidak mudah untuk diatur
dalam sistem kepemimpinan Muhammadiyah. Namun kini terjadi
perkembangan yang positif kecenderungan otonomisasi itu mulai
melonggar dan mengalami pelembagaan dalam ketaatan asas terhadap
kepemimpinan persyarikatan, sehingga terjadi regulasi dan
rasionalisasi. Jika di sana sini masih terdapat kecenderungan yang
tidak mau diatur oleh persyarikatan, maka harus terus dilakukan
penataan dan konsolidasi secara tersistem, selain melalui berbagai
pendekatan yang elegan. Hal itu diperlukan agar kepemimpinan
Persyarikatan menjadi kekuatan regulasi dalam seluruh ranah
kepemimpinan Muhammadiyah, termasuk di amal usaha, majelis,
lembaga, organisasi otonom, dan institusi bagian lainnya. Muhammadiyah
menjadi kekuatan sistem yang solid.l

source :http://pdm1912.wordpress.com/2011/02/10/kepemimpinan-dalam-muhammadiyah/
reposted by dita

Peranan Muhammadiyah Bagi Negara

Indonesia dikenal sebagai negara dengan populasi umat muslim terbesar di dunia. Dari fakta tersebut sudah tersirat tentunya Islam memiliki peran yang cukup besar di negara ini. Sebagai contohnya dapat dilihat dari peranan salah satu organisasi Islam di Indonesia, yaitu Muhammadiyah.


Peranan Muhammadiyah Bagi Negara

Muhammadiyah berpandangan bahwa berkiprah dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu perwujudan dari misi dan fungsi melaksanakan da'wah amar ma'ruf nahi munkar sebagaimana telah menjadi panggilan sejarahnya sejak zaman pergerakan hingga masa awal dan setelah kemerdekaan Indonesia. Peran dalam kehidupan bangsa dan negara tersebut diwujudkan dalam langkah-langkah strategis dan taktis sesuai kepribadian, keyakinan dan cita-cita hidup, serta khittah perjuangannya sebagai acuan gerakan sebagai wujud komitmen dan tanggungjawab dalam mewujudkan "Baldatun Thoyyibatun Wa Rabbun Ghafur".

Bahwa peran dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dilakukan melalui dua strategi dan lapangan perjuangan. Pertama, melalui kegiatan-kegiatan politik yang berorientasi pada perjuangan kekuasaan/kenegaraan (real politics, politik praktis) sebagaimana dilakukan oleh partai-partai politik atau kekuatan-kekuatan politik formal di tingkat kelembagaan negara. Kedua, melalui kegiatan-kegiatan kemasyarakatan yang bersifat pembinaan atau pemberdayaan masyarakat maupun kegiatan-kegiatan politik tidak langsung (high politics) yang bersifat mempengaruhi kebijakan negara dengan perjuangan moral (moral force) untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik di tingkat masyarakat dan negara sebagaimana dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan (interest groups).

Muhammadiyah secara khusus mengambil peran dalam lapangan kemasyarakatan dengan pandangan bahwa aspek kemasyarakatan yang mengarah kepada pemberdayaan masyarakat tidak kalah penting dan strategis daripada aspek perjuangan politik kekuasaan. Perjuangan di lapangan kemasyarakatan diarahkan untuk terbentuknya masyarakat utama atau masyarakat madani (civil society) sebagai pilar utama terbentuknya negara yang berkedaulatan rakyat. Peran kemasyarakatan tersebut dilakukan oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan seperti halnya Muhammadiyah. Sedangkan perjuangan untuk meraih kekuasaaan (power struggle) ditujukan untuk membentuk pemerintahan dalam mewujudkan tujuan negara, yang peranannya secara formal dan langsung dilakukan oleh partai politik dan institusi-institusi politik negara melalui sistem politik yang berlaku. Kedua peranan tersebut dapat dijalankan secara objektif dan saling terkait melalui bekerjanya sistem politik yang sehat oleh seluruh kekuatan nasional menuju terwujudnya tujuan negara.

Created by Adrian R Katil
reposted by Dita

Berjilbab Tapi Telanjang

BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ketika orang memalingkan pandangan pada kedudukan wanita dalam Islam, yang paling disorot adalah seputar pembahasan jilbab, jilbab dan perkawinan. Secara garis besar, terlihat Islam membedakan antara wanita dan pria dalam beragam syariat.
Islam dituduh sebagai ajaran yang sama dengan agama besar lainnya. Menempatkan urut sebagai makhluk nomor dua. Benarkah demikian? Seputar persoalan moralitas pria dan wanita dalam segala aktivitas terhadap yang  harus terefleksikan dalam cara berpakaian, bergaul dan berpikir. Persoalan diataslah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini.
Rumusan Masalah
  1. Menjelaskan pengertian kudung gaul?
  2. Faktor penyebab kudung gaul?
Manfaat Penulisan Makalah
Agar kita lebih memahami serta mengetahui adab dan tata cara berpakaian seorang muslimah yang baik.
BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Utama tentang Jilbab/Kudung
Sejenis baju yang lapang yang dapat menutup kepala, muka dan dada, tetapi tersirat maksud sebagai idealitas dan kontrol sosial (mudah dikenal dan tidak diganggu).
Sementara pengertian dari jilbab gaul adalah bentuk ekspresi kawula muda yang membuat kebebasan berpakaian. Sebagai seorang muslimah, untuk tidak mau ketinggalan zaman alias tidak mau disebut kampungan, kuno atau terbelakang. Sementara mau pakaian modern umumnya didominasi gaya barat yang  notabene Amerikan dan Eropa dimana fashion diidentikkan dengan gaya hidup. Tak heran jika dalam mengerjakan hal apapun disana selalu ada rambu-rambu yang namanya fashion atau mode. Mereka yang tidak mengikuti mode pakaian tertentu untuk kegiatan tertentu pula. Diidentikkan dengan manusia terbelakang.
Jika jilbab identik dengan jilbab gaul, maka jilbab tak berfungsi  lagi sebagai pelindung wanita dari godaan laki-laki.
“Wanita yang berpakaian tapi telanjang, yang selalu maksiat dan menarik orang lain untuk berbuat maksiat, rambutnya sebesar punuk  unta. Mereka tidak akan masuk surga padahal  bau surga itu tercium sejauh perjalanan yang amat panjang (HR. Muslim).
Padahal hadis di atas terdapat beberapa hadis pendukung yang dimana munculnya jilbab  gaul secara syar’i  bisa dikategorikan jilbab yang sesungguhnya bukan jilbab (jilbab palsu) karena tidak memenuhi jilbab yang dituntut Islam. Bahkan, mereka yang telah terjerumus kedalam mode berpakaian seperti ini telah berbuat fakhisyah, suatu kejahatan yang bukan saja merugikan diri sendiri, juga menjerumuskan orang lain  pada lembah kehinaan.
Mereka yang berjilbab tapi jauh dari kriteria tersebut dikategorikan wanita telanjang Rasulullah bersabda:
“Dari Abdullah bin Umar, ia mendengar Rasulullah saw bersabda: Pada akhir umatku nanti akan ada wanita-wanita yang berpakaian namun hakikatnya telanjang di atas mereka seperti terdapat bongkok (punuk) unta. Kutuklah mereka (HR. Attabrani, Al Mu’jam As-Shagir : 223)
Maka (ketika aurat terbuka) haruslah nafsu orang yang didalamnya ada penyakit (Al-Ahzab :32)
Faktor yang menyebabkan munculnya jilbab gaul
Islam mengidentifikasikan jilbab bagi wanita sebagai pelindung dan berbagai bahaya yang muncul dari pihak laki-laki.
Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya jilbab gaul adalah:
  1. Maraknya tanggapan televisi atau bacaan yang terlalu berkiblat ke mode barat
  2. Minimnya pengetahuan anak terhadap nilai-nilai Islam sebagai akibat  dikuranginya jam pendidikan agama di sekolah umum.
  3. Kegagalan fungsi keluarga. Munculnya  fenomena jilbab gaul ini secara tidak langsung menggambarkan kegagalan fungsi keluarga sebagai kontrol terhadap gerak langkah anak-anak muda.
  4. Peran para perancang yang tidak memahami dengan benar prinsip-prinsip Islam.
  5. Munculnya para mu’allaf dikalangan artis atau artis yang  baru mengenakan kerudung artis di era modern tak ubahnya seorang Nabi yang segala tingkah dan ucapnya menjadi teladan bagi fansnya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
  1. Dunia Islam, khususnya di Indonesia tengah dilanda degradasi merah yang terjadi secara berkesinambungan.
  2. Generasi muda banyak meniru tayangan, instan yang ada di TV akibatnya mereka kian permisif dan emosional
  3. Berbagai kekerasan dan seks belas pun melanda Indonesia kerudung gaul hal ini sebagai imbas dari  semua itu.
Al-Ghifari, Abu. 2004. Kudung Gaul (Berjilbab tapi Telanjang) Bandung: Mujahid Press.
Sa’bah, Marzuki Umar. 2004. Remaja dan Cinta Jakarta, Gema Insani Press.
source @http://www.masbied.com/2010/06/05/berjilbab-tapi-telanjang/
posted by Abid @www.masbied.com

Example of Narrative text



A Legend of Candy Cane

A candy maker in Indiana wanted to make a candy that would be a witness, so he made the Christmas Candy Cane. He incorporated several symbols for the birth, ministry, and death of Jesus Christ.

He began with a stick of pure white, hard candy. White to symbolize the Virgin Birth and the sinless nature of Jesus, and hard to symbolize the Solid Rock, the foundation of the church, and firmness of the promises of God.

The candy maker made the candy in the form of a "J" to represent the precious name of Jesus, who came to earth as our Savior. It also represents the staff of the "Good Shepherd" with which He reaches down into the ditches of the world to lift out the fallen lambs who, like all sheep, have gone astray.

Thinking that the candy was somewhat plain, the candy maker stained it with red stripes. He used the tree small stripes to show the stripes of the scourging Jesus received by which we are healed. The large red stripe was for the blood shed by Jesus on the Cross so that we could have the promise of eternal life, if only we put our faith and trust in Him. Unfortunately, the candy became known as a Candy Cane - a meaningless decoration seen at Christmas time. But the meaning is still there for those who "have eyes to see and ears to hear".

JENIS-JENIS TEXT (READING GENRE)



A. DESCRIPTIVE TEXT
Ø    Pengertian : Teks yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu benda, tempat atau orang tertentu.
Ø    Struktur teks :
1.    Identification (Identifikasi), yaitu pendahuluan yang berisi “apa” dan “siapa” yang akan dideskripsikan.
2.    Description (Deskripsi), berisi cirri-ciri khusus yang dimiliki benda, tempat atau orang yang dideskripsikan.
Ciri-ciri :
1.    Menggunakan Simple Present Tense
2.    Menggunakan atribut verb seperti to be (is, am, are)


B. PROCEDURE TEXT
Ø    Pengertian : Teks yang bertujuan untuk menerangkan bagaimana cara membuat atau melakukan sesuatu berdasarkan langkah-langkah tertentu (steps).
Ø    Struktur teks :
1.    Aim/goal (Tujuan), judul.
2.    Materials, berisi alat dan bahan yang diperlukan, meskipun tidak semua teks procedure memerlukan tahap ini. Bagian ini biasanya diberi label ingredients, you’ll need, atau supplies needed.
3.    Steps, yaitu langkah-langkah untuk melakukan kegiatan, bagian ini dinamakan juga “What to do”.
Ø    Ciri-ciri :
1.    Menggunakan Simple Present Tense, biasanya berbentuk kalimat imperative
2.    Menggunakan kata hubung temporal (first, second, then, next, finally)
3.    Menggunakan action verbs (turn on, stir, cook)


C. REPORT
Ø    Pengertian : Teks yang menjelaskan sesuatu secara umum, seperti berbagai benda atau fenomena alam maupun sosial yang terjadi di sekitar kita.
Ø    Struktur teks :
1.    General classification (Klasifikasi umum), merupakan pengantar tentang sesuatu atau fenomena yang akan dibahas.
2.    Description (Deskripsi), menerangkan sesuatu atau fenomena yang dibahas, meliputi bagian-bagian, kualitas dan perilaku.
Ø    Ciri-ciri :
1.    Menggunakan Simple Present Tense kecuali jika sudah lampau menggunakan Simple Past Tense
2.    Menggunakan action verbs (surround, make, begin, etc.)


D. NARRATIVE TEXT
Ø    Pengertian : Teks yang menceritakan sesuatu yang bersifat imajinatif, bertujuan untuk menghibur pembaca.
Ø    Struktur teks :
1.    Orientation (Pendahuluan), memperkenalkan tokoh-tokoh dalam cerita, latar dan waktu.
2.    Complication, yaitu munculnya permasalahn diantara tokoh-tokoh.
3.    Resolution, penyelesaian atau pemecahan masalah.
4.    Re-orientation, penutup atau rangkuman.
Ø    Ciri-ciri :
1.    Menggunakan Simple Past Tense
2.    Biasanya dimulai dengan Adverb of time (kata keterangan waktu).
Misalnya long time ago, once upon a time, in afar away land, dan lain sebagainya.
3.    Menggunakan kata hubung (conjunction) seperti then, after that, before



E. RECOUNT
Ø    Pengertian : Teks yang bercerita tentang kejadian atau peristiwa yang telah berlalu atau lampau, biasanya tentang pengalaman pribadi penulis.
Ø    Struktur teks :
1.    Orientation (Orientasi), berisi pendahuluan tentang tokoh yang ada dalam cerita tersebut, peristiwa yang terjadi, serta tempat dan waktu peristiwa itu terjadi.
2.    Events, berisi tentang jalinan peristiwa atau kejadian yang ada dalam cerita pengalaman tersebut. Bagian ini dapat terdiri dari beberapa events.
3.    Re-orientation, berisi rangkuman atau penutup cerita.
Ø    Ciri-ciri :
1.    Menggunakan Simple Past Tense
2.    Menggunakan kata penghubung (conjunction), seperti then, before, after

Referensi: Buku kerja Logic Ugama “The Quickest and Easiest Solution”

ellipsis (grammar and rhetoric)

Definition: In grammar and rhetoric, the omission of one or more words, which must be supplied by the listener or reader. Adjective: elliptical or elliptic. Plural, ellipses.

Etymology:

From the Greek, "to leave out" or "fall short"

Examples and Observations:

  • "Wise men talk because they have something to say; fools, because they have to say something."
    (Plato)
  • "Prosperity is a great teacher; adversity a greater."
    (William Hazlitt)
  • "Ellipsis can be an artful and arresting means of securing economy of expression. We must see to it, however, that the understood words are grammatically compatible. If we wrote, 'The ringleader was hanged, and his accomplices imprisoned,' we would be guilty of a solecism, because the understood was is not grammatically compatible with the plural subject (accomplices) of the second clause."
    (Edward P.J. Corbett and Robert Connors, Classical Rhetoric for the Modern Student. Oxford Univ. Press, 1999)
  • "Some people go to priests; others to poetry; I to my friends."
    (Virginia Woolf)
  • "Vanessa had to leave her children and come running, nurses had to be hired, rest homes interviewed, transport accomplished."
    (Cynthia Ozick, "Mrs. Virginia Woolf: A Madwoman and Her Nurse")
  • "When well used, ellipsis can create a bond of sorts between the writer and the reader. The writer is saying, in effect, I needn't spell everything out for you; I know you'll understand."
    (Martha Kolln, Rhetorical Grammar, 5th ed. Pearson, 2007)
  • "There is much to support the view that it is clothes that wear us, and not we, them."
    (Virginia Woolf)
  • "True stories deal with hunger, imaginary ones with love."
    (Raymond Queneau)
  • "The potential for unintended humor in 'compressed' English isn’t restricted to headline writing; it goes back to the days of the telegraph. One clever (though possibly apocryphal) example once appeared in the pages of Time magazine: Cary Grant received a telegram from an editor inquiring, 'HOW OLD CARY GRANT?'--to which he responded: 'OLD CARY GRANT FINE. HOW YOU?' The omitted verb may have saved the sender a nickel, but the snappy comeback was worth far more."
    (Ben Zimmer, "Crash Blossoms." The New York Times, Jan. 27, 2010)
Ellipsis in Films
"Leaving out a character's face from the frame [in a scene in a film] is a special case of ellipsis with many applications.

"When the real Hitler arrives for a gala theater night in Warsaw, Ernst Lubitsch never shows his face. We see only his back from his arrival outside to his walking into his theater box, his arm raised in salute, and the standing audience below, or now and then a very long shot. This prevents a minor character from gaining undue weight, as such a historical personage would (To Be or Not to Be)."
(N. Roy Clifton, The Figure in Film. Associated University Presses, 1983)
Pronunciation: ee-LIP-sis
Also Known As: elliptical expression, elliptical clause

elliptical expression

An elliptical expression is a group of words with certain understood words omitted. Good writers routinely use elliptical expressions. You may punctuate elliptical expressions in two ways: (1) begin the expression with a semicolon, and then insert a comma where the omitted words would have appeared or (2) for simple expressions, insert a comma before the expression but omit the comma where the omitted words would have appeared.
Here are Mr. Strunk and Mr. White using an elliptical expression when discussing restrictive and nonrestrictive clauses. Notice that they opt for the simple punctuation:
    That is the defining, or restrictive pronoun, which the nondefining, or nonrestrictive.
Here's an example using the semicolon technique:
    Carolina has won three national titles; Duke, two.